Pengikut

Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

SEJARAH MAHA PATIH GAJAH MADA

Diawali dari anak kecil yg bernama Maudara di daerah Bedander Bojonegoro, yg ditemu oleh Mahapatih Hariang Bangga (kaka Raden Wijaya, brawaijaya 1) saat selesai wanaprasta, diajak pulang ke kepatihan, lalu diajari merawat gajah sehingga terkenal sebagai srati (tukang rawat Gajah),beliau bisa membuat Hariang Bangga jadi makin dekat maka oleh Hariang Bangga diajarkan berbagai hal, sehingga bisa menjadi prajurit, lalu naik jadi kepala prajurit, lalu menjadi patih njobo(luar) yg berhasil menaklukkan kadipaten ayodya maka disana diangkat jadi adipati, sehingga negri Ayodya di Thailand bergelar negri gajah putih ( Mauda:Gajah, Dara:mada:putih, Maudara:Gajahmada: gajahputih) sepulangnya dari Ayodya diangkat menjadi Rakian Mahapatih I Halu, lalu meningkat menjadi Rakian Mahapatih I Hino, beliau menikah dgn putri Hariang Bangga dan sebelum anaknya lahir (saat itu istrinya sedang hamil muda) beliau ditugaskan oleh Jayanegara expedisi pamalayu, dan saat pulang terkejut saat tau istrinya diperistri oleh Jayanegara, dan bertanya ke istrinya yg ternyata memilih jadi istri Jayanegara maka Gajahmada kecewa tapi krn tau anaknya nanti akan menjadi Mahaprabu, maka memilih bersumpah amukti Palapa (pa: perempuan, lapa: pantang, artinya gak akan menyentuh wanita lagi sebelum nuswantara bersatu), maka setelah Hayamwuruk lahir beliau mati2an membela Hayamwuruk tapi Hayam Wuruk gatau klo Gajahmada itu bapak kandungnya sendiri....
Beliau setelah melakukan kesalahan mendapat marah dari Hayamwuruk dan diusir dari kraton, sebelum pergi keluar beliau pamitan dulu ke Tri Buana Tungga Dewi dan Tri Buana Tungga Dewi mmemanggil Hayam Wuruk dan menjelaskan bahwa Gajahmada itu bapaknya, namun krn sudah tersabda dan sabda pandita ratu itu gaboleh dicabut, Gajah mada pergi ke Madakaripura menjadi pertapa dgn gelar Resi Tunggul Manik, dan disana menemukan anak kecil yg dibuang ibunya yg bernama Damarwulan, yg nantinya menggantikan Hayamwuruk krn Hayamwuruk akhirnya gamau menikah jadi gapunya keturunankesalahan beliau karena peristiwa Perang Bubat itu mas, tapi itu dari sudut pandang saat itu oleh Sang Maha Prabu Hayam Wuruk yang belum tau kejadian aslinya, yang pasti tidak mungkin Maha Patih Gajah Mada mengincar posisi tahta Majapahit, karena yang mengincar tahta saat itu adalah Adipati Pakuan : Prabu Mundingwangi yang merasa bahwa putrinya yang bernama Dyah Pitaloka mempunyai kesaktian yang lebih tinggi dari Maha Prabu Hayam Wuruk (Dyah Pitaloka mendapatkan wahyu Prajna Paramitha), juga pusaka jagad Kyai Plered ada di tangan Prabu Mundingwangi (yang di era-era sebelumnya dibawa oleh Prabu Siyung Wanara), merasa putrinya lebih sakti dan mau diangkat menjadi prameswari serta mempunyai pusaka jagad itu maka Prabu Mundingwangi berniat kudeta, membawa putrinya ke Kraton induk tapi lengkap dengan prajurit perang, persenjataan dan panji-panji perang. Rencana kuedta itu sempat didengar oleh Dewi Lanjar yang merupakan putri dari Kraton Indrajaya (Galunggung) dan diberitahukan kepada Maha Patih Gajah Mada bersama Senopati Perang Majapahit saat itu yang bernama Wikrama Wardhana.
Saat itu pasukan eksepdisi Amukti Palapa membuat markas di daerah Bojonegoro, dan pada saat pasukan besar Pakuan tiba di daerah sana, justru merekalah yang menghunus pedang duluan, dan ternyata pasukan Pakuan bukan tandingan dari Maha Patih Gajah Mada, Wikrama Wardhana beserta pasukan Majapahit, mereka berhasil ditumpas termasuk gugurnya Prabu Mundingwangi. Tinggallah Dyah Pitaloka yang setelah berhadapan dengan Maha Patih Gajah Mada (yang ketitisan Wahyu Swastika) sehingga dibukakan semua kesalahan dan niat dari ayahandanya Prabu Mundingwangi, maka kemudian Dyah Pitaloka moksa di lokasi itu.
Maha Prabu Hayam Wuruk yang tidak mengetahui peristiwa itu setelah tahu bahwa Dyah Pitaloka sudah 'tidak ada' dan semua pasukan Pakuan terbunuh tanpa menanyakan awal sebabnya kemudian mengusir Maha Patih Gajah Mada, memarahi Dewi Lanjar sehingga karena kecewanya Dewi Lanjar kemudian juga memilih moksa, dan mengakibatkan Wikrama Wardhana yang mengetahui semua duduk perkaranya kemudian bersama pasukan Amukti Palapa Majapahit memilih untuk memisahkan diri dari Majapahit, sebagai bentuk protesnya kepada Maha Prabu Hayam Wuruk maka kemudian Wikrama Wardhana mendirikan kraton tandingan Majapahit Wetan di timur pulau Jawa, seluruh kratonnya di cat warna merah, sehingga dikenal juga dengan nama 'Bale Bang-bangan' ...atau lebih populer dengan Blambangan.
Setelah itu, di Kadipaten Pakuan untuk menggantikan tampuk pimpinan yang hilang, maka adik dari Dyah Pitaloka yang kemudian naik tahta setelah diruwat oleh Majapahit karena sebuah kesalahan, adik Dyah Pitaloka bernama Dewa Niskala (nis/nir : terhindar, kala : mara bahaya/peperangan/pemangsa; dewa yang terhindar dari marabahaya), peristiwa itu dikenal dengan nama 'Niskala Wastu Kencana', dalam bahasa sansekerta 'wastu' berarti bertahta atau dinobatkan, dan 'Kencana' berarti emas atau raja yang bercahaya, atau secara utuh berarti 'yang terbebas dari mara bahaya dan dinobatkan sebagai Raja'.
Kejadian 'perang Bubat' hanya sebuah noktah kecil dalam sejarah panjang Kerajaan Majapahit, dan semua ada peran dan ganjarannya sesuai dengan perilaku masing-masing, kehidupan berjalan terus dan Kadipaten Pakuan saat itu dan setelah itu tetap merupakan bagian dari Nuswantara di bawah kerajaan induk Majapahit, kesan pertentangan dan dendam yang dibuat-buat antara Sunda dengan Jawa adalah buah 'devide et impera' dari peradaban pro status-quo yang tidak ingin melihat Nuswantara menjadi utuh kembali, semoga keterangan ini dapat berguna ... diambil dari group facebook TURANGGA SETA Rahayu _/\_

x

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

2 komentar:

SAptuy mengatakan...

Babi Jawa Kowek Monyet mada bai hina, cuiHHHH!!!!

SAptuy mengatakan...

*BABI

Posting Komentar